Skip to main content

Bagi kebanyakan negara di luar Amerika Serikat (AS), kebijakan tarif Trump dianggap memberatkan. Baik negara kawan maupun lawan AS. Pengenaan tarif ini berkisar diatas 10% sampai diatas 100%. Ditambah lagi larangan-larangan lain, seperti fee tambahan kapal Tiongkok yang bersandar di pelabuhan AS atau beberapa perusahaan asing dilarang sama sekali menjual produknya di AS atau perusahaan AS dilarang menjual produknya ke negara lain.

Dengan pengenaan tarif, menurut pemerintahan Trump, maka produk asing akan menjadi mahal masuk ke AS dan akan memaksa pabrikan negara asing tersebut untuk melakukan investasi (mendirikan pabrik) di AS yang akan meningkatkan lapangan pekerjaan di AS. Ditambah pemerintah AS juga akan mendapat masukan dana dari tarif yang dikenakan. Dalam kenyataanya, yang terjadi tidak selalu seperti yang direncanakan. Harga jual produk asing di AS menjadi mahal yang ujungnya dibayar oleh rakyat AS. Sebagai contoh: rakyat AS yang gemar minum kopi terdampak dengan pengenakan tarif kopi dari Brazil dan Columbia (tarif 50% dan 10%). Akibatnya, harga rata-rata kopi bubuk di AS jadi naik 41% per bulan September 2025, dibanding dengan tahun sebelumnya 1). Membangun pabrik di AS juga tidak mudah, karena biaya tenaga kerja yang tinggi dan biaya rantai pasok relatif mahal dibanding di negara lain.

Pemerintahan Trump sangat percaya diri dengan sistem tarif ini mengingat AS adalah konsumen terbesar dunia (baca hampir semua negara menjual barangnya ke AS). Kebijakan tarif ini pernah diterapkan di pemerintahan Trump periode pertamanya dan cukup efektif untuk menekan negara-negara lain saat itu. Namun saat ini dunia sudah berubah dan kebijakan ini sepertinya berbalik menyerang pemerintahan Trump sendiri. Beberapa negara berikut ini mulai “melawan” kebijakan tarif AS,  yang bisa menjadi faktor-faktor analisa untuk menilai  apakah kebijakan tarif pemerintahan Trump cukup efektif.

Tiongkok

Negara ini adalah negara kedua terbesar ekonominya setelah AS (diukur dari GDP nominal) 2). Kalau diukur dengan GDP PPP (Purchasing Power Parity) malah GDP Tiongkok lebih tinggi dari GDP AS. Secara umum saat ini Tiongkok dikenakan tarif sekitar 40%-50% oleh AS, ditambah hal lain seperti fee tambahan bagi kapal berbendera Tiongkok atau buatan Tiongkok ketika bersandar di pelabuhan di AS. Hal ini menambah biaya setiap kapal Tiongkok berlabuh sebesar USD $1 juta – $3 juta setiap sandar. Biaya ini dikenakan ke kapal Tiongkok dengan harapan agar industri galangan kapal AS bisa bangkit kembali yang saat ini hanya memproduksi kurang 1% produksi kapal dunia, sementara Tiongkok memproduksi sekitar 60% kapal komersial dunia. Selain itu, AS juga melarang penjualan semi konduktor berteknologi tinggi ke Tiongkok. NVIDIA, perusahaan penghasil chip (semi konduktor) yang digunakan oleh Artificial Intelegence (AI) sudah tidak lagi mengekspor produknya ke China 3).

Tiongkok dahulu sudah berbeda dengan Tiongkok saat ini. Kali ini, Tiongkok lebih percaya diri dan “melawan” tarif ini dan menyatakan siap melakukan perang dagang dengan AS. Tiongkok yang selama 20 tahun selalu membeli kedelai dari AS, telah sama sekali menghentikan pembelian kedelai dari AS di tahun 2025. Di tahun 2024, 45% ekspor kedelai AS adalah ke Tiongkok. Petani kedelai AS menjerit karena tidak bisa lagi menjual kedelainya dan bisa membusuk di gudang. Tiongkok, di sisi lain tetap bisa mengamankan kebutuhannya dengan membeli kedelai dari Brazil dan Argentina. Demikian juga dengan pembelian daging sapi AS telah berkurang dan dialihkan ke Australia. Pembelian minyak Tiongkok dari AS juga berhenti dan meningkatkan pembelian dari Rusia.

Secara umum ekspor dan impor Tiongkok ke AS menurun tapi ekspor dan impor ke negara lain mengalami kenaikan.

Yang paling fenomenal adalah saat Tiongkok berencana melarang penjualan logam tanah jarang (LTJ) atau “rare earth element” ke AS sebagai aksi pembalasan larangan penjual “chip” canggih ke Tiongkok. LTJ ini sangat penting dalam produksi chip, industri militer, dan produk-produk elektronik lainnya. Bisa dibilang AS tidak bisa lagi memproduksi chip, roket, pesawat tempur dan komersial, peluru kendali, bahkan sesimpel botol kaleng “coca cola”. Dan Tiongkok menguasai 90% pasar dunia 4).

Setelah rencana ini diumumkan, Trump segera mengancam akan menaikkan tarif 100% ke semua produk dari Tiongkok. Akibatnya nilai pasar modal jatuh USD 1,65 trilun dalam sehari 5). Bahkan pasar kripto turun US$ 19-20 milyar (terbesar dalam sejarah) 6).

Trump segera melakukan “damage control” dengan “terburu-buru” menandatangani perjanjian LTJ dengan Australia, Malaysia, Kamboja dan Thailand. Sebagian pengamat mengatakan, dibutuhkan 10 tahunan untuk bisa memproduksi LTJ. LTJ sendiri sebenarnya tidak jarang-jarang amat, mungkin tanah tempat rumah kita berdiri juga mengandung LTJ. Hanya teknologi dan rantai pasukan untuk memproses LTJ saat ini dikuasai secara baik oleh Tiongkok. Tiongkok menguasai lebih dari 50% hak paten dunia dalam pengolahan LTJ. Pengolahan LTJ di Australia konon menggunakan hak paten dari Tiongkok. Malaysia pernah meminta bantuan Tiongkok mengolah LTJ. Akan tidak sulit menerka teknologi pengolahan LTJ Kamboja dan Thailand.

Sama dengan India, Trump juga mengancam Tiongkok untuk tidak membeli minyak atau gas dari Rusia. Tapi Tiongkok lebih tegas dan menjawab tidak. Bahkan baru saja menandatangani perjanjian dengan Rusia untuk membuat aliran pipa gas yang sebelumnya disalurkan ke Eropa dan akan disalurkan ke Tiongkok. Sebuah perjanjian jangka panjang selama 30 tahun.

Belanda

Di awal tahun 2025, atas desakan AS, Belanda membatasi penjualan mesin pembuat chip dari ASML ke Tiongkok. Tidak hanya penjualan mesin, bahkan service perbaikan mesin yang telah dibeli Tiongkok juga dibatasi. Karena kebijakan ini, ASML telah kehilangan salah satu pelanggan terbesarnya. ASML kehilangan USD 130 milyar dalam kurang dari setahun (2024) penjualan ke Tiongkok. Namun karena pasar negara lain masih kuat, ASML masih bisa menjual ke negara-negara lain. Tapi hal seperti ini seperti mempercepat untuk Tiongkok berinovasi dan mempercepat pembuatan mesin chip sendiri.

Rupanya desakan AS ke pemerintah Belanda tidak sebatas ASML. Baru-baru ini, pemerintah Belanda melakukan “nasionalisasi” perusahaan bernama Nexperia (perusahaan penghasil chip) dan mengganti CEO yang berwarga-negara Tiongkok. Agak aneh sih, biasanya nasionalisasi dilakukan oleh negara berkembang ke aset yang dimiliki perusahaan negara maju. Tapi pemerintah Belanda menganggap Nexperia perlu diambil alih (berdasarkan hukum paska jaman perang dunia II) demi kepentingan keamanan nasional. Tindakan ini dibalas dengan Tiongkok menghentikan pengiriman chip dari Tiongkok ke Belanda dan juga penghentian pengiriman LTJ. Selama ini Nexperia mengirim semi-konduktornya ke Tiongkok (anak perusahaan) untuk dilakukan inspeksi dan modifikasi lain sebelum bisa dijual ke Eropa. Akibatnya Nexperia Belanda tidak lagi memiliki produk yang selama ini dikrimkan dari Tiongkok. Asosiasi mobil eropa sudah mengingatkan bahwa hal ini, karena dapat menghentikan produksi mobil Eropa. VW sudah mengumumkan penghentian produksi mobil jenis Golf dan Tiguan di Wolfsburg, karena tidak ada chip dari Nexperia 6). Menteri perdagangan Belanda panik dan segera meminta waktu untuk bertemu dengan pemerintah Tiongkok. Tiongkok menolak pertemuan ini, dan menjawab bahwa pertemuan baru bisa dilakukan bila Nexperia dikembalikan ke statusnya semula. Bahkan menteri luar negeri Jerman ditolak mengunjungi Tiongkok dengan alasan “tidak ada yang mau menemui” dan cukup dengan pembicaraan dengan telephone 7).

Kanada

Kanada adalah negara “sahabat” AS. Di pemerintahan Trump yang pertama, ditandatangani perjanjian lintas perbatasan yang memudahkan ekspor dan impor AS dan Kanada. Namun di pemerintahan kedua Trump, perjanjian ini dibatalkan dan Kanada dikenakan tarif seperti negara-negara lain. Hal ini tentunya menyulitkan Kanada yang ekonominya sudah sangat bergantung dengan AS. Pabrikan mobil di negara bagian Ontario, Kanada mengekspor 80% mobilnya ke AS. Gubernur Ontario dalam upayanya menyelamatkan industri otomomifnya, menggelontorkan USD 75 juta untuk iklan di “super bowl” (sepak bola AS) untuk mempengaruhi rakyat dan senat AS menghentikan Tarif ke Kanada. Dalam iklan tersebut ditunjukkan suara Presiden Ronald Reagan yang tidak setuju dengan kebijakan tarif yang akan menyengsarakan rakyat AS dalam jangka panjang. Ronald Reagan dianggap pahlawan oleh Trump dan banyak anggota partai Repubik di AS. Trump segera bereaksi menyatakan iklan tersebut palsu dan menyesatkan dan segera menghentikan negosiasi tarif yang sedang berjalan antara Kanada dan AS 8).

Sebelumnya karena membela AS, Kanada solider untuk menerapkan tarif 100% atas mobi listrik Tiongkok masuk ke Kanada. Tiongkok membalas dengan menghentikan pembelian biji Canola (67% biji Canola Kanada diekspor ke Tiongkok di tahun 2024). Baru-baru ini duta besar Tiongkok di Kanada menawarkan pembelian biji Canola sebagai ganti atas pembatalan tarif “yang tidak realistik” atas mobil listrik China ke Kanada. Belum ada respon dari Perdana Menteri Kanada. Tapi dengan pembatalan negosiasi tarif dengan AS, PM Kanada berupaya menyelamatkan ekonominya dengan menjalin hubungan baik dengan Tiongkok dan negara-negara Asia lainnya.

India

India juga selama ini adalah teman baik AS. AS selama ini menjaga hubungan baik dengan India untuk mengimbangi Tiongkok dan Rusia di Asia. AS adalah partner dagang India terbesar. 11% total ekspor India ke AS. Penerapan tarif yang tinggi ke India akan berdampak banyak ke ekonomi India. Baru-baru ini Presiden Trump mengumumkan bahwa India akan membeli minyak dari AS. AS akan mengenakan tarif tambahan bila India tetap membeli minyak dari Rusia. India mengimpor 82% kebutuhan minyak dalam negerinya untuk menggerakkan ekonomi 1,4 milyar penduduk. Membeli minyak dari AS akan lebih mahal (jarak yang jauh) sementara membeli minyak dari Rusia lebih dekat tinggal lewat pipa (tidak perlu kapal) dan mendapat harga diskon. Sebuah keputusan yang sulit bagi India untuk mengubah pembelian minyak ke AS karena menyangkut hasrat hidup orang banyak dan tentunya menaikkan harga produksi produk India yang dapat menggeroti daya saing produknya di perdangangan dunia.

Korea Selatan

Negara ini juga teman baik AS. AS mempunyai pangkalan militer di Korea Selatan (Korsel) untuk menahan serangan Korea Utara (28,500 tentara AS bertugas di Korsel). Namun Korsel juga tidak luput dari ancaman tarif. Untuk menghindari tarif yang tinggi pemerintah Korsel menyetujui investasi di AS sebesar USD 350 milyar. Termasuk didalamnya USD 150 milyar untuk investasi dalam membantu AS membangun kembali industri galangan kapalnya (Korsel menempati urutah kedua setelah Tiongkok dalam produksi kapal dunia). Namun dalam pelaksanannya mengalami banyak tantangan. Salah satunya ketika petugas imigrasi AS mengusir pekerja Korea Selatan saat sedang membangun pabrik di AS karena tidak memiliki visa yang tepat. Peristiwa ini sempat memicu kemarahan rakyat Korsel. Presiden Korsel akhirnya menghentikan sementara pembangunan pabrik baterai LG-Hyundai tersebut.

Kampanye investasi besar ini, yang bagus secara PR, tapi ketika masuk ke rencana lebih terperinci mengalami tantangan yang tidak mudah seperti: pembagian keuntungan atau kerugian yang mungkin terjadi, jangka waktu investasi dan bagaimana “swap currency” agar tidak terjadi krisis finansial di Korsel seperti ditahun 1997 9).

Jepang

Negara ini juga sejak 1945 adalah sekutu setia AS. Bisa dibilang, Jepang bersedia melemahkan ekonominya demi kepentingan AS. Tapi Jepang juga tidak luput dari ancaman tarif. Untuk menghindarinya, Jepang bersedia melakukan investasi sebesar USD 550 milyar di AS. Perdana Menteri wanita pertama Jepang yang baru saja naik jabatan Sanae Takaichi, dalam pidatonya ingin meningkatkan hubungan yang lebih baik dengan Presiden Trump tapi juga menyatakan ingin melihat kembali bila ada pengenaan tarif yang tidak adil. Baru saja menteri perdagangan Jepang menolak pembelian minyak dari AS dan tetap akan tetap membeli dari Rusia 10).

Saya jadi ingat lagi pernyataan Henry Kissinger tentang politik luar negeri AS: “it may be dangerous to be America’s enemy, but to be America’s friend is fatal”.

Dengan adanya tarif “cowboy” ini, tantangan untuk tidak menggunakan USD sebagai mata uang dasar dalam perdagangan antara negara semakin menguat. Dunia seperti membutuhkan adanya alternatif penggunaan mata uang lain selain USD. Juga sistem pergerakan dana dunia diluar “Swift” yang dirasa saat ini tidak adil dan selama ini menjadi senjata AS untuk melemahkan sebuah negara.

Saya setuju dengan kebijakan Presiden Trump terhadap perubahan iklim, Covid-19, vaksinasi dan LGBTI. Tapi untuk kebijakan tarifnya, menurut saya banyak negatifnya bagi AS dan Dunia. Saya jadi berpikir, Trump datang memang untuk menuntaskan pergeseran penguasaan dunia dari Unipolar menjadi Multipolar. Dari satu-satunya polisi dunia menjadi menjadi beberapa negara besar yang menjadi penyeimbang negara lainnya.

Eko Nugroho
– Wakil Ketua Umum Pusaka Indonesia

Sumber:

  1. https://apnews.com/article/coffee-prices-tariffs-climate-3503a37a8fc95b7dc5a1f29747c81e27
  2. https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_GDP_(nominal)
  3. https://finance.yahoo.com/news/jensen-huang-says-nvidia-went-211703977.html
  4. https://x.com/MarioNawfal/status/1976811234289983826
  5. https://x.com/clashreport/status/1976923352989159832
  6. https://x.com/thorstenbenner/status/1980641371007643745
  7. https://x.com/BowesChay/status/1981692587951165927
  8. https://x.com/TimBR_X/status/1982570941524922773
  9. https://x.com/DerekJGrossman/status/1969975896670077020
  10. https://x.com/corporate1967/status/1982038615728222211