Skip to main content

Ini kota yang indah. Kota di Yunani yang penuh jejak kejayaan di masa silam. Terutama di Acropolis, bagian kota tua yang masih terpelihara, ada peninggalan bangunan masa lalu dengan pilar-pilar yang besar. Tapi yang saya kunjungi pertama kali di kota ini, adalah Kuil Olympian yang didedikasikan untuk Zeus.

Siapakah Zeus?  Orang-orang Yunani percaya ia adalah dewa tertinggi, rajanya para dewa. Tapi kita punya masalah dengan persepsi yang bias dan kepercayaan yang tidak realistik tentang dewa dan dewi. Sebenarnya memang tidak sesuai kenyataan ketika pakar mitologi berkata bahwa dewa dewi adalah keberadaan Ilahi, immortal, yang punya kelakuan seperti manusia. Mereka disembah manusia, tapi mereka juga seperti umumnya manusia; bisa cemburu, iri, lalu berdrama tiada akhir.

Ini problem peradaban, ketika persepsi yang bias dan kepercayaan yang tidak realistik dinyatakan sebagai kebenaran.  Lagi-lagi, inilah model dongeng yang muaranya adalah pengerdilan manusia. Manusia dikondisikan untuk menyembah yang Ilahi. Tapi mereka dibuat lupa bahwa mereka mestinya terus bertumbuh dan berevolusi  menjadi yang Ilahi. Manusia dibuat lupa tentang kesempurnaan yang jadi rancangan agungnya.

Manusia jelas jadi kerdil, ketika dibiarkan terus hidup dengan segala hasrat egoistiknya dan diajari untuk punya hobi merayu para dewa dewi untuk memenuhi itu. Inilah dasar dari kemunculan segala atribut dewa dewi; ada yang dikaitkan dengan perlindungan, kesehatan, kemakmuran. Para penyembah dewi-dewi memberi persembahan dan kata-kata manis agar mendapatkan anugerah yang terkait dengan atribut ini.

Lalu, ada sekelompok orang yang merasa telah lebih dewasa dalam berpikir. Dinyatakan bahwa para dewa dewi itu tak ada. Semua cuma dongeng. Manusia adalah penentu atas nasibnya sendiri. Manusia harus mencipta perlindungan, kesehatan dan kemakmuran dengan akal budinya sendiri bukan dengan meminta-minta kepada para dewa dewi. Maka dewa-dewi, pada masyarakat modern yang tak percaya dongeng, tinggal jadi cerita eksotik yang bisa dikapitalisasi melalui industri turisme yang massif.

Ada juga yang melupakan para dewa dewi, karena kini mereka jadi penganut agama monoteistik. Mereka menyembah Tuhan yang satu yang dipercayai ada nun jauh di sana. Kini segala permintaan egoistik hanya ditujukan kepada-Nya. Kepada-Nya segala rayuan ditujukan agar Dia memberi kekayaan, kesehatan, jabatan baru, perlindungan dari masalah hukum, juga kemenangan dalam pertandingan olah raga.

Saya, datang ke Athena, sebagaimana juga pernah datang ke Thesalonika, karena tahu dan mengerti bahwa dewa dewi itu ada, bahwa Zeus, Athena, Aphrodite, bukan sekadar dongeng. Mereka adalah keberadaan IIahi, jiwa Ilahi, dengan badan cahaya, yang ada dalam posisi lebih tinggi dalam hierarki eksistensi di jagad raya. Mereka punya kemurnian yang lebih tinggi dibanding manusia: mereka tak lagi hidup dengan hasrat egoistik, tidak punya watak angkara, luka batin, ilusi, jejak dosa dan jelas tak terjerat kuasa kegelapan dari dimensi dan hierarki eksistensi yang lebih tinggi.

Tapi para dewa dewi ini, ada bukan untuk disembah.  Mereka ada di alur evolusi tersendiri sebagaimana kita manusia juga tengah berevolusi. Jika manusia terhubung pada para dewa dewi, relasi yang paling layak adalah: BELAJAR. Ya. Tempatkan para dewa dewi sebagai mentor atau pembimbing agar dirimu terus bertumbuh ke tataran evolusi yang lebih tinggi.

Demikianlah, saya ke Kuil Zeus, bukan untuk memuja dan merayunya agar ada hasrat egoistik yang bisa dia penuhi. Dalam hening, saya terhubung dengan Zeus, menyadari Zeus laksana orang tua, cikal bakal keberadaan manusia – karena sebelum ada manusia yang adalah dewa dan dewi, sebelum ada materi yang adalah energi dan cahaya, juga sebagai entitas ilahi yang bisa menjadi kolaborator untuk berkarya di Bumi dan jagad raya. Diri yang telah dimurnikan, memang bisa menjadi wahana bagi bekerjanya para dewa dewi di Bumi. Para dewa dewi tak bisa begitu saja cawe-cawe (ikut campur) mengurusi persoalan manusia karena hukum non intervensi antar dimensi. Tapi mereka juga tak bisa diam saja ketika ada manusia yang telah siap, menyapa mereka, dan bersama ada dalam perjuangan suci.

Di Athena, saya menyapa para dewa, dan bersabda menggerakkan kekuatan kebajikan yang ada di jagad raya ini, untuk menyelaraskan Bumi yang banyak kacau balau oleh ulah segelintir manusia yang memilih untuk kejam, serakah, manipulatif.

Terjadilah Bumi Surgawi.

Kita berjuang bersama Zeus yang agung dan segenap pasukan langitnya.

Setyo Hajar Dewantoro

Ketua Umum Pusaka Indonesia

TOUR EROPA GURU SHD 2022

Guardian Of Andorra

Setyo Hajar DewantoroSetyo Hajar Dewantoro24 Januari 2025
TOUR EROPA GURU SHD 2022

Zurich (1)

Setyo Hajar DewantoroSetyo Hajar Dewantoro24 Januari 2025

Leave a Reply