Skip to main content

Apakah jika tak ada agama-agama langit yang dari Timur Tengah, bangsa Nusantara (yang kini jadi bangsa Indonesia) akan jadi bangsa barbar? Ini ilusi akut. Bangsa yang punya aksara sendiri jelas bangsa intelek bukan bangsa barbar; dengan aksara dan kemudian bahasa sendiri, tradisi intelektual dan kebudayaan dikembangkan.

Bangsa yang warisan agungnya masih bisa ditemukan setelah kurun waktu yang panjang, jelas bukan bangsa bodoh. Wastra dalam segala ragam rupa dan warna, seni tari dengan segala corak geraknya, candi dengan segala keagungannya, juga patung-patung nan indah beserta segala kenangan akan kejayaan Majapahit, Sriwijaya, Singasari, Kediri, Kahuripan, Mataram dan seterusnya, menunjukkan bahwa Bangsa Nusantara kuna itu adalah bangsa yang meninggalkan LEGACY. Bangsa kuna adalah bangsa berperadaban tinggi yang bisa mencipta kemajuan dalam berbagai ranah: spiritual, estetika, teknologi, politik, ekonomi.

Bangsa Nusantara yang menyatakan Tuhan sebagai Sang Hyang Suwung, Sangkan Paraning Dumadi, dengan ajaran Sastrajendra dan Tantra yang agung, jelas bukan penyembah pohon dan batu. Leluhur kita hidup dalam KESADARAN SPIRITUAL atau KESADARAN MURNI. Laku hening, mangening, manekung, dijalankan bukan atas dasar KEPERCAYAAN, bukan untuk menebalkan ilusi, bukan untuk memuja sosok apapun, tapi itulah laku berkesadaran untuk mengerti keilahian di dalam diri, untuk memurnikan jiwa, untuk meluruhkan ego, untuk bisa hidup dalam harmoni – dengan prinsip agung hamemayu hayuning bawana.

Leluhur kita menghormati matahari, bumi, tanah, air, gunung, hutan, lautan, mata air, tetumbuhan dan binatang, menyadari semuanya sebagai wahana penopang kehidupan dan media terlimpahnya Kasih Murni dari Sang Sumber Hidup.

Jadi bangsa ini gak perlu diajari cara mengenal Tuhan – leluhur kita sudah menyaksikan Tuhan yang nyata sebagai kekosongan absolut yang meliputi segala yang ada dan menjadi sumber dari segala yang ada; Tuhan sebagai realitas kecerdasan tertinggi di jagad raya yang mengejawantah sebagai hukum-hukum kosmik; dan Tuhan sebagai Hingsun, sebagai Diri Sejati, sebagai esensi teragung dari segala yang ada.

Bangsa kita juga gak perlu diajari soal Hukum Tuhan, karena kita sudah mengenal tradisi agung terhubung pada Tuhan yang nyata di telenging manah, dan mengerti segala titahNYA yang membawa pada keselamatan. Leluhur kita itu sudah biasa NDEREK KERSANING GUSTI: mengalir selaras irama Semesta, dancing with the Universe. Jadi konyol kalau orang Indonesia sekarang malah memuja-muja Tuhan yang dikhayalkan.

Mari, kembali jadi bangsa Nusantara yang agung.

Setyo Hajar Dewantoro

The Architect of Civilization, The Alchemist, The Game Changer

Leave a Reply