Skip to main content

BELAJAR DARI VIETNAM: Negeri Komunis yang Maju Ekonomi, Kebudayaan, dan Olahraganya

Vietnam, secara ideologi politik menganut komunisme. Tapi jangan bayangkan ekonominya terbelakang dan tidak ada kapitalisme dan korporasi besar di Vietnam. Vietnam ini pragmatis: dia mengambil kesempatan melakukan aliansi strategis di bidang ekonomi dengan AS – lawannya dalam perang berdarah-darah di tahun 1970-am, yang memang sedang bertarung secara ekonomi dengan China dan berkepentingan mengganteng mitra potensial. Negeri dengan 1 partai ini – yaitu Partai Komunis, dengan pemimpin yang tak populer bahkan saya belum tahu namanya sebelum googling, mengembangkan kebijakan ekonomi terbuka dan sangat cerdik mengambil kesempatan bisnis.

Vietnam memiliki GDP 433.7 billion U.S. dollars dengan income per capita  US$4,284. Kekuatan ekonominya nomor 5 di Asia Tenggara. Indonesia ada di nomor 1 dengan GDP US$1.42 trillion income per capita US$4,919.7. Patut dicatat perbandingan populasi dan luas wilayah antara Vietnam dan Indonesia. Populasi Vietnam 100 juta orang, luas daratannya 310,070 km2. Sementara Indonesia berpopulasi 270,20 juta jiwa dengan luas daratan 6.653.341,439 km².
Kita perlu melihat masa depan Vietnam. Lembaga riset independen dari Inggris, Center for Economic Forecasting and Analysis (CEBR) memproyeksikan skala ekonomi Vietnam akan tumbuh pesat. Demikian perkiraannya:

“Vietnam is projected to rise to 24th position by 2033, with an economic scale reaching US$1,050 billion. By 2038, with an expected GDP scale of US$1,559 billion, Vietnam will rise to 21st position, surpassing other ASEAN economies such as Thailand, Singapore, and the Philippines to enter the group of the 25 largest economies in the world.”

Memang Vietnam punya kecepatan dalam pertumbuhan ekonomi. GDP Indonesis di tentang 2014 – 2022 tumbuh 35,46%, sementara GDP Vietnam tumbuh 49,13%. Yang patut menjadi perhatian kita, ekspor Vietnam lebih besar ketimbang Indonesia. Pada 2023, selisih ekspor kedua negara tersebut melebar menjadi US$91,64 miliar.
Vietnam punya kekuatan dalam manufaktur – faktor penting dalam tingginya volume ekspor adalah kemampuan memberi nilai tambah melalui hilirisasi. Pemerintah mereka tampaknya punya kata kunci: stabilitas, kebulatan suara dan regulasi sederhana dalam mendukung industri dalam negeri dan memfasilitasi perusahaan global untuk membangun pabrik di Vietnam. Etos kerja dan produktivitas buruh di Vietnam memang lebih tinggi ketimbang buruh di Indonesia dengan Upah Minimum yang lebih rendah. Ditambah buruh Vietnam tidak rajin unjuk rasa seperti buruh di Indonesia.

Dalam diskusi dengan Dubes RI untuk Vietnam saya mendapat cerita inspiratif bagaimana dengan cepat Vietnam punya mobil nasional yaitu VinFast. Konglomerasi di Vietnam yaitu VinGroup berani membeli teknologi BMW X5 untuk kemudian dimodifikasi dan dikembangkan dalam R & D yang melibatkan pakar bereputasi global dan putra putri terbaik Vietnam sehinga terjadi transfer teknologi.

Mesin ini yang jadi platform dadar VinFsst sementata untuk model body mereka mengikuti trend market yang dibentuk oleh produsen mobil dari Jepang, Korea dan China. Saat ini VinFsst siap membangun pabriknya di Indonesia dengan investasi sekitar 1,2 miliar dollar AS.
Apa hal yang bisa dipelajari dari Vietnam? Pertama adalah KESERIUSAN, yang menjadi karakter dari pemerintah, pengusaha, pengusaha, hingga rakyatnya. Kedua, stabilitas politik dengan sistem 1 partai yang diiringi budaya yang relatif non koruptif dari aparatur pemerintahnya; plus kesediaan untuk membangun regulasi dan iklim usaha yang relatif sehat bagi pertumbuhkembangan bisnis.

Dari sisi etos kerja perlu riset lebih lanjut untuk melihat apa akarnya. Yang pasti, Vietnam ideologi politiknya adalah komunis – sehingga tak ada kehebohan pemilu yang menghabiskan uang dan energi seperti di Indonesia; dan dianggap kurang memberi kebebasan berpendapat bagi rakyatnya (dalam ukuran demokrasi liberal). Tapi budaya masyarakat Vietnam sebagai kawasan IndoChina sangat kuat dipengaruhi Buddhisme dan Taoisme.

Sebagai warga Indonesia, saya angkat topi pada kemampuan untuk segera bangkit dari keterpurukan akibat perang dengan AS yang baru selesai di kisaran 1980-an dengan hasil Reunifikasi Vietam Utara dan Vietnam Selatan. Di sisi lain saya juga menjadikan Vietnam sebagai tempat bercermin untuk mengetahui dimana posisi Indonesia dalam peta kemajuan pembangunan berbagai negara. Dari tindakan bercermin ini saya banyak dapat inspirasi tentang berbagai terobosan yang harus dilakukan di Indonesia sesuai kapasitas saya. Banyak sekali potensi yang kita miliki, tetapi kita butuh beberapa perbaikan fundamental agar kita bergerak maju. Termasuk menguatkan sektor riset agar nilai tambah di berbagai bidang – termasuk sektor pertanian yang saya geluti, bisa berasa di titik optimal.

Membangun Jangan Merusak

Selengkapnya

Bersatu Jangan Bertikai

Selengkapnya

Saya memang pengembara. Lewat pengembaraan ke berbagai belahan dunia

Saya belajar tentang banyak hal sekaligus menunaikan tugas menyelaraskan energi di Planet ini yang seringkali memang kacau balau akibat angkara murka manusia