Skip to main content

Tanggal 3 April 2022, pukul 9.30 pagi waktu Portugal, saya meluncur ke Evora yang berjarak sekitar 134 km dari Lisbon dengan bus umum. Saya naik bus itu dari Terminal Bus Sete Rios yang tentunya tidak seriuh Terminal Pulo Gadung ataupun Terminal Pulo Gebang. Tentunya juga tidak ada calo di Sete Rios: tiket bisa dibeli secara online antara lain situs thetrainline.com maupun lewat counter resmi di terminal. Untuk bisa naik ke bus harus tunjukkan barcode tiket yang discan oleh HP sang supir. Supir bekerja sendiri tidak pakai kondektur. Bus berangkat tepat waktu sesuai jadwal, dari line yang ditentukan, tiba tepat waktu pula: 11.00 waktu Portugal.

Tiba di Evora, saya berjalan kaki menuju lokasi yang saya pertimbangkan sebagai pusat kota. Udara cerah sekali, tapi sangat dingin. Sambil berjalan saya berupaya menghangatkan diri dengan mencari tempat yang berlimpah sinar matahari.

Berjalan mengikuti rasa hati, membuat saya tiba di lokasi katedral kuna, dengan lapangan luas di depannya, ada tugu, plus tempat duduk bercengkrama menikmati hangatnya sinar matahari. Saat saya tiba, sudah banyak orang berlkumpul. Pas juga ada art performance dari mahasiswa/mahasiswi Universidad de Evora. Para penampil ini riang gembira, penonton juga bersukacita. Demikianlah cara merayakan kehidupan: tanpa benci, amarah, dan segala emosi destruktif. Hidup terlalu indah untuk dirusak oleh ketololan diri.

Tapi tentu saya datang bukan untuk sekadar menikmati art performance. Saya lanjutkan berjalan menyusuri jalanan dan trotoar berbatu, tipikal dari kota kuna. Evora memang salah satu kota tua di Portugal. Nuansa kuna, bangunan dengan corak arsitektur kuna, tetap dipertahankan. Peninggalan dari masa kejayaan Romawi juga masih banyak bisa disaksikan: benteng, gerbang, kuil. Masuk ke kota ini membawa kita memasuki lorong waktu ke masa silam. Secara keseluruhan, Evora memang kota yang nyaman, indah, teratur, waktu bergerak lambat, orang-orang terasa vibrasinya relatif bahagia, lebih menikmati hidup di sini ketimbang di kota besar Portugal seperti Lisabon. Suasana surgawi di Evora selevel di bawah Sintra, demikian yang bisa saya deteksi.

Setelah berjalan beberapa lama, saya menemukan tempat untuk duduk dan berhening cipta: senuah taman atau kebun yang luas dan indah, dikelilingi benteng yang kokoh. Di bangku berwarna merah yang diapit pepohonan besar, saya menyelami hening. Badan sebenarnya terasa lelah karena berjalan jauh. Namun tugas tetaplah tugas, saya jalankan sepenuh hati.

Saat hening, terasa air mendesau-desau, membawa hawa dingin yang menyejukkan. Pertama-tama, tersingkap pengertian ini adalah momen bagaimana Evora dipulihkan sebagai mandala divine feminity. Saya merasakan keberadaan berbagai realitas divine feminin: yang saya mengerti sebagai Divine Mother, Mother of Earth, dan seterusnya, yang merepresentasikan kualitas keilahian yang feminin: menghidupi, mengasuh, menyembuhkan.

Dengan bangkitnya Evora sebagai Mandala Divine Feminin, biarlah bekerja energi feminin yang memulihkan rekaman jejak karma buruk sekaligus trauma yang terekam di dalam DNA bangsa-bangsa yang menjadi pelaku dan korban kolonialisasi.

Pada momen berikutnya, saya menyadari keterhubungan dengan para guardian di Eropa, dari berbagai kota. Ini adalah jiwa-jiwa dari dimensi tinggi yang menjalankan tugas menjaga kesetimbangan. Dalam menjalankan tugasnya, mereka terikat hukum non intervensi antar dimensi. Saat mereka diabaikan, tentu saja bumi dan peradaban bisa mengalami kehancuran, mereka membiarkan itu terjadi sebagai bentuk penyeimbangan dan penyelarasan. Tapi ketika ada manusia berbadan fisik yang sungguh-sungguh bertekad menata peradaban di Bumi, mereka jelas punya kekuatan dan pengaruh yang besar.

Mereka menopang perjuangan manusia yang berhati murni; kerja mereka meningkatkan probabilitas keberhasilan dalam perjuangan merealisasikan visi Bumi Surgawi. Dalam momen hening kali ini, bisa dirasakan pergerakan yang massif untuk menghempaskan keangkaramurkaan. Kekuatan peleburan murni kembali bergerak untuk memastikan Bumi bergerak maju dalam proses evolusinya, semakin dijernihkan.

Tinggal kita menyaksikan siapapun yang bertahan dalam keangkaramurkaan, tetap membiarkan hati dan pikiran yang penuh kejahatan, pasti terhempas oleh gelombang energi peleburan murni yang membawa perubahan.

Kegiatan di Evora ini menuntaskan missi saya di Portugal. Saya kembali ke Lisabon pukul 14 waktu Portugal, dan bersiap melanjutkan perjalanan ke Barcelona.

Ketekunan dan kemurnian niat dalam perjuangan, pasti memberi hasil yang indah.
Rumus kerja semesta itu sangat pasti: “Lakukan hal terbaik yang engkau bisa, maka sisanya dibereskan oleh Tuhan (kekuatan semesta yang tak terlihat, tak terpikirkan, tak terbayangkan).”
Evora, 3-4-2022

Setyo Hajar Dewantoro

The Architect of Civilization, The Alchemist, The Game Changer

Leave a Reply