Membaca situasi geopolitik di Eropa dan Timur Tengah, seperti mengkonfirmasi kembali pernyataan Mas SHD bahwa perang dunia ketiga tidak akan terjadi. Situasi yang sepertinya akan terjadi eskalasi menuju perang dunia, tiba-tiba mereda dengan sendirinya.
Kita mulai dengan melihat perkembangan di Eropa:
Seperti kita tahu sikap European Council (EC) yang dipimpin oleh Ursula von der Leyen selalu konsisten dengan membantu Ukraina sesuai komitmen yang telah dijanjikan. Ukraina juga seperti biasa akan meminta tambahan senjata dan uang demi bertahan atas serangan Rusia yang semakin merangsek masuk ke wilayah Ukraina. Termasuk “menjajakan” apa yang disebut Zelensky sebagai “ winning plan ”. Jualan Zelensky tidak “dibeli” oleh pemerintah AS dan berusaha menjualnya ke European Union. Isi dari winning plan ini kira-kira adalah memasukkan Ukraina sebagai anggota NATO yang otomatis melibatkan negara NATO dalam perang dengan Rusia. Jelas ini dihindari oleh AS dan beberapa negara NATO karena akan meningkatkan eskalasi perang, tidak hanya perang konvensional tapi juga nuklir.
Presiden Biden yang berencana ikut hadir dalam pertemuan Ramstein group (group besar kontraktor pertahanan untuk membantu persenjataan Ukraina) mendadak batal karena badai Milton menerjang negara bagian Florida. Biden dan Kamala memang menjadi olok-olok di AS karena lebih mementingkan Ukraina dibandingkan rakyatnya sendiri yang sedang menderita karena badai-badai yang menerjang pantai timur AS. Selain juga, fakta di lapangan Ukraina semakin kalah di medan pertempuran membuat AS tidak bisa banyak bisa membantu Ukraina lagi. Ditambah juga konsentrasi AS terpecah dengan situasi di Timur Tengah.
EU sendiri semakin dibayangi kontraksi ekonomi. Jerman sebagai motor ekonomi di EU, diramalkan akan mengalami pertumbuhan negatif di tahun 2024 setelah tahun sebelumnya (2023) GDPnya turun 0.2%. EU akhirnya memutuskan untuk tetap menerapkan tarif tinggi untuk mobil listrik Tiongkok setelah voting (10 setuju, 5 menolak dan 12 abstain). Tiongkok segera membalas dengan menerapkan “brandy” tariff untuk produk minuman keras dari Eropa.
Belum jelas apakah Tiongkok akan jadi menerapkan tarif ke ekspor babi dari Spanyol (karena Spanyol termasuk yang abstain dengan keputusan EC).
Keputusan EC untuk membekukan aset Rusia (USD 300 milyar) dan memberikan bunganya (USD $35) sebagai pinjaman untuk Ukraina telah dibalas Rusia dengan membekukan aset barat di Rusia. Keputusan ini rupanya dipandang oleh Tiongkok dan Saudi Arabia sebagai sinyal bahwa memegang mata uang USD dan EURO tidak aman. Sehingga secara perlahan mengurangi aset (T-bond AS) dan mengurangi jumlahnya secara drastis.
Bisa dibayangkan sih, kalau tiba-tiba karena situasi politik yang berbeda, aset yang tadinya paling aman ditanamkan di AS dan Eropa tiba-tiba dibekukan jelas membuat ketar-ketir negara investor. Penjualan minyak Saudi pun tidak lagi harus menggunakan USD. Ini semakin memberikan tekanan ekonomi kepada Eropa dan AS.
Secara umum, kondisi perang Ukraina mengalami deskalasi (penurunan). Dana untuk membantu Ukraina semakin terbatas, pemilu di AS jelas membuat pemerintah Biden tidak bisa membantu lebih dari apa yang sudah diberikan. Situasi ekonomi Eropa juga semakin mendapat tekanan, yang dilakukan Ursula sekedar retorika politik tapi sulit benar-benar mensuport Ukraina tanpa bantuan AS. Di lain sisi, Rusia semakin menunjukkan superioritasnya dalam perang konvensional maupun pencegahan ( deterrence ) dengan perubahan doktrin nuklirnya.
Sementara itu situasi di Timur Tengah, serangan Iran ke Israel tanggal 1 Oktober 2024 seolah membuka tabir rahasia “ iron dome ” Israel yang konon tidak akan bisa diserang dari luar. Iron dome semakin kelihatan tidak efektif ketika serangan dari Hezbullah dan Houthi maupun kelompok perlawanan di Irak mulai berhasil menyasar kota-kota di Israel.
Rencana balasan Israel atas Iran yang tadinya digembar-gemborkan seperti tiba-tiba pupus. AS yang biasanya selalu membantu apapun yang dilakukan Israel tiba-tiba menolak membantu. Israel sadar tidak akan bisa menang perang melawan Iran bila tidak dibantu AS. Sementara AS meilihat eskalasi perang di Timur Tengah akan semakin menaikkan harga minyak bumi yang akan mempengaruhi ekonomi di AS dan pemilu yang akan segera berlangsung.
Israel semakin mendapat kecaman dunia (PBB) ketika mengincar pasukan perdamaian di Lebanon. Dua tentara dari Indonesia, dan dua dari Bangladesh terluka karena serangan Israel. Keberhasilan milisi perlawanan merekam kemenangan kecil di medan perang di Lebanon, Gaza maupun serangan di kota-kota Israel dan menyiarkannya semakin memperlemah “kampanye media” Israel. Media Israel selama ini “berhasil” mensensor segala media yang “memperlemah” Israel dengan misalnya mengatakan serangan rudal Iran 90% bisa ditangkis oleh Iron Dome .
Tiba-tiba kemudian foto satelit udara muncul menunjukkan bahwa bangunan salah satu pangkalan militer Israel rusak dan konon beberapa pesawat F-35 juga ikut terkena dampaknya.
Arab Saudi, Qatar dan UAE sepakat melarang Israel menggunakan udaranya untuk menyerang pangkalan minyak Iran. Ini pandangn politik yang sangat berbeda dengan perjanjian Abraham yang sempat ditandatangani bersama sebelumnya. Sementara itu, Iran juga meningkatkan aliansinya dengan Rusia yang semakin membuat Israel berpikir panjang untuk membalas serangan Iran.
Apa yang selama ini dinikmati Israel yang bisa melakukan apa saja, seperti tiba-tiba ada pembatas tembok tebal. AS dan negara-negara Teluk saat ini tidak lagi memihak Israel. Pejabat Iran yang semakin intens bertemu dengan Pejabat Rusia (termasuk Presiden Vladimir Putin) semakin menyulitkan Israel.
PBB makin mengecam Israel karena aksinya menyerang pasukan perdamaian. Eskalasi perang di Timur Tengah seperti tiba-tiba menurun dan menemukan keseimbangannya yang baru.