Skip to main content

Tanggal 1 April 2022, rencana awalnya saya pergi ke Geneve, menginap semalam, dari Zurich ke Geneve pulang pergi naik kereta api, lalu terbang ke Amsterdam. Tapi rencana berubah di detik akhir meski saat saya buat rencana itu tetap mengikuti sinyal lampu hijau dari Diri Sejati. Saya terbangun di pukul 2 dini hari dan merasakan alarm semesta, bahwa pergi ke Geneva dan Amsterdam tak akan aman buat saya. Maka saya hening kembali, memastikan mesti bergerak kemana.

Saya sadar betul pesan dari para Immortal Zurich yang menjadi pemandu sekaligus pelatih saya:

Mar 28 2022 | 13.45 WIB
ZÜRICH COLONY
Time is of the essence.
Be very precise with where you are going and what you are doing. We know that it isn’t easy because it changes very often and very sudden.
We are always watching over the energy configurations.
Be steady and ready.

Maka saya memilih ada dalam kesiapsiagaan dan fleksibilitas yang tinggi.
Terkait dengan perubahan mendadak ini, saya juga semakin terasah dalam hal melepas kemelekatan pada uang, karena tiket pesawat dan hotel tak bisa dikembalikan dananya. Saya dipacu untuk semakin mengerti, membelanjakan uang untuk hal yang tak kita dapatkan langsung, tetaplah berguna karena itu membawa energi hidup pada banyak orang dan mendorong roda ekonomi. Soal duit di rekening, seperti yang sudah-sudah, ia pasti terisi kembali dengan cara yang tak terduga.

Dalam hening, menjadi jelas petunjuknya saya harus pergi Lisabon, Portugal. Ada pembelajaran baru di situ, juga ada tugas kosmik yang harus saya selesaikan. Tugas kosmik ini berkenaan dengan mengaktivasi kembali mandala kuna. Satu catatan penting, mandala kuna atau pusat kekuatan energi purba di Bumi, seringkali tak seperti yang dipikirkan orang. Ia sering ada di tempat-tempat yang tak terduga.

Tapi perjalanan ke Lisabon tidak terlalu gampang. Saya beli tiket dini hari, tidak di Traveloka seperti biasanya, tapi langsung ke penjual tiket online di Swiss. Saya dituntun untuk naik pesawat Swiss Air. Milih begini saja saya gak pernah asal. Tantangan yang saya hadapi, antrian ke counter check in sangat panjang. Beruntung saya mengikuti petunjuk Diri Sejati untuk datang awal, 2 jam sebelum terbang. Kedua, ternyata untuk dapat tiket saya harus mengisi Passanger Locator Form (Semacam eHac tapi lebih rinci) di web pemerintah Portugal, dan membuktikan saya sehat, kuat dan kebal kayak Gatotkaca. He he….dengan ketenangan semua bisa diselesaikan. Sayapun dapat tiket, bisa sampai ke pesawat pada waktunya.

Oh ya, ada satu kelucuan terkait “prokes”. Di Bandara Zurich orang-orang tidak pakai masker, 95% begitu termasuk para petugas. Tapi di pesawat ke Lisabon, pake masker adalah keharusan. Ya semua jadinya harus pakai pas masuk ke pesawat. Saya berkali-kali turunkan masker ke bawah hidung, selalu ditegur sama pramugari. Memang lucu-lucuan, bukannya di pesawat justru ada pemurni udara yang bikin udara di kabin pesawat bebas dari bakteri dan virus?

Tapi saya menikmati semuanya, dan jadi mengerti bahwa industri pesawat sebenarnya ada dalam lini yang dikuasai juga oleh para big player di balik industri farmasi. Regulasi dibuat untuk melanggengkan situasi yang sebetulnya tidak disukai banyak orang. Saya juga jadi mengerti bahwa hampir tak ada pemerintahan negara yang independen. Di pesawat saya dapat insight tentang hierarki kekuatan politik ekonomi, bagaimana sekelompok pemain di balik layar sebetulnya coba mengendalikan dunia. Tapi ada berita gembira, pemain di balik layar itu tak cuma satu warna atau kelompok, ada beberapa dan mereka ada dua posisi berhadapan: ada yang mau melakukan great reset menuju dehumanisasi akut, ada yang sebaliknya, menjaga agar Bumi tetap selamat sampai tiba masanya ada kebangkitan menuju Bumi surgawi.

Hari-hari ini sebetulnya peta politik ekonomi dunia lebih baik ketimbang tahun 65 saat bintang dunia saat itu, Mr. Soekarno alias Bung Karno yang tercerahkan, ditumbangkan dari posisi politiknya. Kita tinggal menunggu momen, ada sosok seperti Mr. Soekarno itu yang bisa kembali ke sistem dan membuat permainan berubah arah.

Kembali ke perjalanan saya, saya sampai di Lisbon sore hari. Di Bandara Lisbon, tampaknya karena saya punya wajah Asia, saya terkena pemeriksaan random oleh petugas. Saya diminta buka koper besar. Tapi ya cuma lihat isi secara global dan ditanya, “Isinya cuma pakaian?” Saya jawab “Iya!”. Pemeriksaan berlangsung cuma 1 menit dan saya dipersilakan lanjutkan perjalanan dengan kata-kata manis, ” Have a good day in Lisbon!”

Perjalanan menuju hotel dari Bandara, saya ngobrol asyik dengan supir taksi, tentu tentang sepakbola. Dia adalah fans Benfica, Benfica ada di hatinya. He he…di negeri-negeri dengan nuansa Katholik kuat, seperti Portugal dan Brazil, entah mengapa sepakbola jadi agama rakyat.

Lisabon ternyata beda suasana dengan Zurich. Di sini di hotel 90% pake masker. Saya coba gak pake ternyata aman gak ada yang negur. Lalu saya jalan-jalan, keliling beberapa blok. Sekitar 60% orang pakai masker, 40% tidak. Lumayan, ada banyak temannya sehingga saya juga gak pakai masker. Lalu saya ketemu polisi, dia juga gak pake masker, amanlah he he. Saya harus hati2 di negeri orang jangan sampai kena masalah hukum. Oh ya, dalam hening saya membaca, bagaimana tingkat kebahagiaan orang-orang Lisabon? Muncul pengertian, secara kolektif mereka kurang bahagia. Jika pakai skor, rata2 0,5 dari 10. Sementara di Zurich 3 dari 10.

Hari ini saya lanjutkan petualangan saya di Lisabon. Ingin cerita lebih lanjut? Tunggu ya dengan sabar, he he.

Hotel VIP Zurique, Lisaon, 2 April 2022

Setyo Hajar Dewantoro

The Architect of Civilization, The Alchemist, The Game Changer

Leave a Reply