Kata siapa kalau sudah meniti jalan berspiritual maka kita tak usah peduli pada politik? Nyatanya kita ini masih ada di Bumi, dan hidup kita pasti dipengaruhi oleh dinamika di panggung politik. Politik itu berkaitan dengan kekuasaan, pengendalian dan pengaturan warga negara. Para politisi yang berkuasa mengambil keputusan dan kebijakan yang secara langsung dan tak langsung mempengaruhi hidup kita.
Tantangannya, tak selamanya para politisi yang berkuasa mengambil keputusan dan kebijakan yang tepat, bijaksana dan menyelamatkan. Berapa banyak diantara kita terpengaruh akibat penetapan status pandemi di 2020 – mulai dari sirnanya kehidupan sosial hingga mampetnya aliran finansial akibat gerak ekonomi banyak dibekukan? Jadi, Anda mau peduli tak peduli, hidup Anda pasti dipengaruhi oleh politik – repotnya seringkali itu adalah pengaruh buruk.
Satu contoh lagi, bukankah hidup kita pasti terpengaruh ketika banyak hutan yang merupakan paru-paru dunia penghasil oksigen, dan penentu kesetimbangan alam banyak yang hilang karena terbabat akibat penguasa menerbitkan ijin tambang, ijin penebangan kayu, pengembangan kebun sawit, atau membuat proyek food estate?
Karena kita hidup di Bumi dan politik tak terpisahkan dari kehidupan kita, seyogyanya kita melek politik. Terlebih di negeri yang menganut sistem demokrasi, kita sebagai pembayar pajak juga merupakan pemilik suara yang berharga di setiap pemilihan umum. Spiritualitas seyogyanya menjadi dasar dari sikap yang tepat, saat kita menjadi warga negara atau saat kita mengambil peran sebagai politisi.
Sebagai warga negara kita wajib menerapkan prinsip yang biasa kita jalankan dalam berspiritual; netral, kritis, adil. Jangan menjadi manusia culun yang punya pandangan bahwa pemerintah (yang merupakan kumpulan dari atau dipimpin politisi) pasti mengayomi rakyat, pasti punya niat baik untuk rakyat, pasti mengambil keputusan demi kepentingan rakyat. Para politisi, para penguasa, jelas punya ego dan lumrah jika melakukan apapun atas dasar egonya itu – termasuk menetapkan aturan/kebijakan demi memenuhi hasrat egoistiknya. Apalagi di era demokrasi pasar seperti yang sedang berlaku di Indonesia saat ini, di balik politisi itu ada para bohir dan king maker yang juga penuh kepentingan egoistik. Jadi wajar jika ada – bahkan banyak – peraturan atau kebijakan yang muncul demi keuntungan kelompok elit yang berkuasa baik di depan maupun di belakang layar, dengan mengorbankan kepentingan rakyat banyak.
Melek politik membuat kita bisa menilai dengan akurat apakah satu aturan/kebijakan itu sudah benar dan layak diikuti sepenuhnya, atau justru ia keliru sehingga layak dikiritik, ditolak, bahkan dihadapi dengan pembangkangan sosial. Apalagi jika di balik penetapan dan penerapan aturan/kebijakan oleh penguasa, ada cengkraman kuat dari keangkaramurkaan. Melek politik juga membuat kita tak hanyut dalam pertengkaran dengan teman, saudara, tetangga, akibat bela membela dan dukung mendukung para politisi yang sedang berebut kekuasaan tanpa sungguh-sungguh peduli pada nasib rakyat banyak.
Siapapun yang belajar spiritual mestinya memang melek politik, dan berkontribusi nyata dalam upaya perbaikan negara termasuk penyelarasan di sektor politik meski kita tak terjun langsung menjadi politisi. Itulah yang sedang dikerjakan oleh Anda dan saya lewat wadah Pusaka Indonesia. Di luar itu, saya pribadi juga melaksanakan tugas kosmik untuk menyelaraskan kehidupan politik nasional dan global – dengan cara yang pastinya sulit dipikirkan oleh Anda, untuk memastikan keselamatan kita bersama.
Jika kemudian ada di antara Anda yang memilih menjadi politisi, Amda punya tanggung jawab untuk menerapkan nilai-nilai luhur dalam berpolitik. Termasuk dengan meluruhkan ego selama berkiprah sebagai politisi. Anda mestinya bisa jadi contoh atau teladan dalam patriotisme dan integritas selama berpolitik. Jadi dibolehkan para spiritualis untuk berpolitik praktis asal tidak malah hanyut dalam pusaran keangkaramurkaan yang ada, justru bisa memberi perbaikan yang nyata. Saya pribadi tidak menutup diri untuk terjun ke politik praktis jika memang demikianlah titah Tuhan dari relung hati.
Tapi sekarang saya memilih menjalankan high politic yang tidak berorientasi kekuasaan, melainkan hanya sebatas kontrol sosial, sembari menginisiasi pergerakan nyata yang merealisasikan semangat Trisaktinya Bung Karno: membangun bangsa yang berbudaya sesuai jatidiri, berdikari secara ekonomi dan berdaulat secara politik. Cara ini bisa dilakukan siapapun juga termasuk orang-orang yang masuk kategori rakyat jelata. Lakukan yang terbaik yang Anda bisa, dalam rangka meningkatkan kesadaran politik dan kewarganegaraan – termasuk memperkuat Pancasila sebagai ideologi bangsa dan dasar negara; menguatkan keberdikarian ekonomi komunitas, melestarikan lingkungan, memulihkan tanah dan menguatkan pangan, termasuk mengembangkan seni budaya Nusantara yang agung. Itulah langkah nyata berpolitik secara luhur.
Yang ingin tahu kiprah high politic saya dan teman-teman seperjuangan saya bisa dilihat di web Pusaka Indonesia