Perjalanan saya kali ini ke beberapa negara Eropa, membuat saya semakin mengerti berbagai isu hangat yang layak jadi perhatian sekaligus bahan pembelajaran. Pertama, di beberapa negara yang menjadi anggota Uni Eropa, ada semacam penolakan terhadap menguatnya dominasi pejabat UE di Brussels yang dianggap mengurangi kedaulatan negara mereka. Kedua, menguat juga kritisisme dari warga berbagai negara anggota UE terhadap pemerintah masing-masing yang dianggap sebagai boneka elit global. Diyakini ada kekuatan besar di balik layar yang menjadikan pejabat teras UE dan pemimpin di beberapa negara anggota UE, sebagai proxy-nya. Ketiga, soal meningkatnya jumlah imigran dari Timur Tengah memang menjadi masalah di banyak negara anggota UE. Bukan sekadar mencipta masalah sosial ekonomi, tapi cara ber-Islam dan tuntutan penegakan syariat Islam oleh para imigran dari Timur Tengah itu dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Eropa. Keempat, ketegangan dengan Rusia tampaknya dipelihara oleh beberapa elit politik UE dan UK. Kini Kanselir Jerman yang eksplisit mendukung Ukraina – menggantikan dukungan AS yang dinilai tak lagi dapat diandalkan. Dan tentu saja Presiden Ukraina, Zelensky, benar-benar menjadi boneka yang baik untuk memancing amarah Rusia.
Beberapa pemimpin negara anggota UE, seperti Viktor Orban PM Hungária, Giorgia Meloni PM Italia, menjadi tokoh oposan terhadap pemimpin UE Ursula von der Leyen. Mereka sangat peduli soal kedaulatan bangsa masing-masing, konsisten memperjuangkan nilai-nilai Eropa yang terancam oleh otokrasi pejabat EU dan nilai baru yang dibawa para imigran Timur Tengah, serta menentang sikap gegabah memperpanjang konflik dengan Rusia yang bisa memicu Perang Dunia III. Sikap serupa juga ditunjukkan oleh tokoh oposan seperti Alice Weidel di Jerman dan George Simion di Rumania.
Eropa, dalan perspektif geopolitik, memang tak bisa dilihat sebagai kekuatan yang homogen. Ada banyak faksi, ada banyak kepentingan,. Tak semua pemimpin negara Uni Eropa, didukung penuh oleh rakyatnya sendiri. Di balik kota-kota yang indah di Eropa, memang ada gejolak politik yang jelas bakal mempengaruhi dunia.
Di sisi lain, Rusia dengan segala sanksi yang terima dari Uni Eropa, tetap mempertahankan stabilitas politik dan ekonomi di dalam negeri. Vladimir Putin tetap konsisten melawan old circle di Uni Eropa yang sebetulnya tak terlalu peduli nasib dan keselamatan warga Eropa. Old circle Uni Eropa ini yang bertanggung jawab atas dusta “pandemi Covid” yang menyengsarakan banyak orang, dan memelihara konflik Ukraina-Rusia, sebagai wahana bisnis senjata dan money laundering yang menggiurkan.
Ketepatan sikap dari Donald Trump dalam mengoreksi kebijakan Joe Biden yang sebelumnya sangat mendukung old circle di Uni Eropa, akan sangat menentukan wajah Eropa dan dunia ke depan. Menangnya politisi Polandia pro-Trump. Karol Nawrocki dalam pemilu di awal Juni 2025, menjadi angin segar bagi terciptanya kesetimbangan baru.
Setyo Hajar Dewantoro
Ketua Umum Pusaka Indonesia