Skip to main content

Perjalanan saya ke Kuala Lumpur dan Ho Chi Minh kali ini, memunculkan kerinduan yang aneh, tentang Asia di masa silam. Ini tentang kerinduan akan kehidupan surgawi. Ini tentang harapan mendalam tentang Asia kembali pada peradaban kuna yang indah dan agung. Ini renungan terhadap kenyataan masa kini: Asia memang maju ekonominya, teknologinya, tapi dilanda kehampaan jiwa. Ini penilaian saya pribadi: semua kawasan Asia mulai dari India, Indonesia, China hingga Iran, bisa dibilang terputus dari akar spiritualitasnya yang murni, pada tataran agak parah hingga sangat parah.

Keterhanyutan pada modernitas dan kapitalisme, serta keterikatan pada dogma organized-religion, membuat bangsa-bangsa yang menempati Benua Asia, tidak lagi berada di puncak peradaban yang mempersyaratkan kesetimbangan dalam kemajuan material dan keluhuran spiritual. Degradasi peradaban itu nyata ditandai dengan kerusakan lingkungan yang massif dan banyaknya orang yang tidak bahagia/menderita alias punya gangguan dalam kesehatan mental. Tidak cukup kita berfokus pada kemajuan ekonomi dan teknologi tapi abai membangun jiwa.

Asia Lama, punya peradaban yang agung meski tidak mesti di kurun yang sama: jejak keagungan peradaban itu ada di Nusantara, IndoChina, China, Jepang, India hingga merentang ke Iran dan Israel. Benua Asia adalah tempat lahirnya ajaran agung yang kini nyaris dilupakan esensinya: Suwung, Sastrajendra, Tao, Zen, Shinto, Sanata Dharma, Tantra, Kabbalah hingga Zarathustra.

Dalam tapa brata pribadi di hotel tempat saya menginap di Kuala Lumpur yaitu Arte Mont Kiara, dan tiga hotel kuna di di Ho Chi Minh yaitu Majestic Saigon (berdiri 1925), Grand Saigon (berdiri 1930) dan Continental Saigon (berdiri 1880), saya merenungkan betapa pentingnya bangsa-bangsa Asia untuk kembali pada kebudayaannya yang luhur, kepada akar spiritualnya yang paling murni. Tantangannya adalah sangat jarang yang mengerti esensi dari beragam tradisi spiritual kuna. Rata-rata hanya menjalankannya sebagai tradisi leluhur yang tidak lagi transformatif dan revolusioner. Sebagian lainnya hanyut dalam pembelokan dari ajaran spiritual untuk pemurnian jiwa menjadi ajaran supranatural/magis/sihir untuk memenuhi segala hasrat egoistik.

Memang butuh para pencerah, perlu Avatar era modern, yang bisa membongkar segala kebekuan, kesalahpahaman dan pembelokan, agar bangsa-bangsa Asia kembali pada ajaran spiritual murni yang mengarahkan kepada kehidupan surgawi. Old Asia, sudah saatnya dibangkitkan kembali dalam maknanya yang paling luhur, bukan sekadar memenuhi hasrat akan eksotika masa lalu. Ini tentang membangkitkan kembali peradaban agung yang lama dilupakan.

Ide ini tentu tak mudah untuk dijalankan. Tapi di hati saya muncul kemantapan, Visi “Return of Old Asia” pastilah terjadi. Bandul sejarah tengah mengarah kesana. Cahaya tengah terbit dari Timur. Deklinasi peradaban bergeser menuju inklinasi peradaban; semua selalu ada titik baliknya dan kita sudah berada pada momentum ini.

Setyo Hajar Dewantoro

The Architect of Civilization, The Alchemist, The Game Changer

Leave a Reply