Memang ada orang-orang yang mengklaim dirinya menekuni jalan spiritual lalu bersikap menjauhi hal-hal duniawi. Termasuk menjadi sangat apatis terhadap urusan politik dan negara. Dengan semboyan All is Well maka nalar kritis dihilangkan, lalu orang ini berasyik masyuk dengan kedamaian dalam meditasi dan sibuk bersiap pulang ke negeri keabadian.
Memang, ilusi bisa mencengkeram siapa saja. Tentunya semakin banyak orang yang terkena candu spiritualitas yang membuat mereka tak lagi berpijak pada kenyataan, akan menguntungkan pihak yang mencengkeram kekuasaan politik dan ekonomi demi kesenangan egoistik. Menjadi lumrah jika mereka lalu dengan massif menyebarluaskan gagasan berspiritual yang fatalis, yang memadamkan nalar kritis plus meninabobokan banyak orang sehingga abai terhadap tanggung jawab mengubah dunia.
Faktanya adalah, karena setiap manusia punya free will dan freedom of choice, maka dimungkinkan terjadi sebuah bangsa maupun umat manusia secara keseluruhan, justru menjauh dari Divine Plan/Rencana Ilahi. Divine Plan/Rencana Ilahi ini adalah kenyataan yang melingkupi jagad raya dan segenap isinya, semua keberadaan termasuk manusia punya Divine Plan/Rencana Ilahi karena semuanya ada dalam gerak evolusi menuju kemajuan dan kesempurnaan. Tapi jelas sangat jarang manusia secara individu maupun kolektif yang bisa mencapai Divine Plan/Rencana Ilahinya, karena mereka cenderung hanyut dalam hasrat egoistiknya, tenggelam dalam ilusinya, tidak konsisten berpikir, berkata dan bertindak benar.
Sebuah negara bisa menjadi negara terbelakang, tidak sejahtera, bahkan menuju kehancuran, ketika penguasanya – baik yang di depan layar maupun di belakang layar, sibuk memenuhi hasrat egoistik dan mengumbar angkara murkanya. Faktanya memang ada negara yang menunjukkan tanda-tanda kemunduran: tingkat deforestasi sangat tinggi, sumber daya alam terkeruk habis, tapi masyarakat adatnya terlunta-lunta lalu jurang antara yang miskin dan kaya sangat lebar, tingkat korupsi tinggi, kriminalitas tinggi. Keadaan ini tentunya mencerminkan kegagalan pembangunan dan mismanajemen pemerintahan.
Tentu saja kita tak pantas merespon itu semua dengan ucapan All is Well lalu tak berbuat apapun untuk memperbaikinya. Sudah jelas segala sesuatu terjadi sesuai hukum kosmik yang adil dan presisi; kemunduran, keterbelakangan dan kekacauan negara dan dunia tentu saja terjadi karena ada faktor penyebab: itulah variabel-variabel di ranah Ipoleksosbudhankam. Maka jika keadaan bangsa dan dunia mau dirubah, maka harus diperbaiki faktor penyebab, dirubahlah keseluruhan variabel di ranah Ipoleksosbudhankam.
Seyogyanya, orang menekuni jalan spiritual justru makin sadar akan kasunyatan, makin mengerti akan bagaimana hukum kosmik bekerja, juga mengerti tentang adanya Divine Plan/Rencana Ilahi. Dengan kesadaran spiritual, mestinya bangkit rasa tanggung jawab untuk memperbaiki keadaan. Demikianlah ekspresi yang logis dari orang yang punya kasih murni: peduli dan punya hasrat memperbaiki, menolong; bukannya malah apatis dan tak peduli yang mencerminkan tiadanya kasih murni. Karena itulah saya menegaskan model spiritualitas yang progresif, transformatif dan revolusioner.
Saya meneladankan dan mengajarkan cara berspiritual yang menjamin keselamatan pribadi lewat hening cipta yang memurnikan jiwa. Tapi tak cukup di situ, saya juga meneladankan dan mengajarkan aksi memperbaiki negara dan dunia sesuai kemampuan yang kita punya. Kita harus punya tindakan nyata untuk menyelamatkan negara dan dunia. Maka saya dirikan Pusaka Indonesia sebagai wadah untuk beraksi yang dilandasi keheningan; di perkumpulan ini kita melaksanakan bhakti bagi Ibu Pertiwi dengan ketulusan yang terus dimurnikan.
Maka spiritualitas kita menjadi bersanding dengan patriotisme; kesadaran kita berisi universalisme yang harmoni dengan nasionalisme. Kita mengasihi Bangsa Indonesia dan umat manusia, kita peduli pada nasib negara dan dunia. Kita tak mau berdiam diri, kita bekerja keras untuk mengatasi kerusakan lingkungan, ketidakberdikarian ekonomi, gangguan atas kedaulatan politik, juga amnesia massal terhadap budaya luhur yang sesuai jatidiri.
Spiritualitas justru menjadi dasar kekuatan dan militansi dalam perjuangan kita, karena kita mengerti apa makna ketulusan, apa arti berbhakti pada Ibu Pertiwi, kita juga mengerti bahwa perjuangan kita disertai kekuatan adi kodrati. Dengan kesadaran spiritual kita tak kecil hati dengan segala keterbatasan kita, tak menjadi lemah ketika ada tantangan yang besar, tidak juga jadi frustasi ketika keadaan masih tidak seperti yang kita harapkan. Kita sadar akan momentum terjadinya kemenangan dan kejayaan. Tugas kita hanyalah melakukan yang terbaik, terus memperbaiki aksi kita sehingga bisa melahirkan mahakarya, dan bersabar menunggu datangnya momentum datangnya keajaiban dimana seluruh kerja kita disempurnakan oleh kekuatan adi kodrati yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa.
Perjuangan suci kita ditujukan agar benar-benar tercapai visi Indonesia Surgawi dan Bumi Surgawi. Ini bukan manuver untuk mencapai hasrat egoistik berupa kekuasaan, kemasyhuran, kekayaan. Jika pun kita suatu saat diberi kekuasaan, kemasyhuran dan kekayaan, itu bukan karena kita menginginkannya; tapi karena demikianlah tanggung jawab yang harus kita emban demi terealisasinya seluruh Divine Plan/Rencana Ilahi.