Beberapa hari belakangan ini, tanpa banyak yang tahu, telah terjadi beberapa peristiwa penting yang bisa memicu ke Perang Dunia 3. Eskalasi “perang dingin” antara AS dan Rusia lama telah terjadi lagi. Sebagian pengamat mengatakan, situasi saat ini hampir mirip dengan peristiwa Kuba tahun 1962. Dimulai saat AS meletakkan senjata nuklirnya di Turki dan Itali tahun 1961 yang kemudian dibalas oleh Uni Soviet untuk meletakkan senjata nuklir di Kuba tahun 1992. Untung keduanya akhirnya menahan diri dan eskalasi ketegangan menurun.
Kejatuhan Uni Soviet di tahun 1990 mengakhiri perang dingin antara AS dan Uni Soviet. Uni Soviet melepaskan koloni-koloninya di Eropa timur, Baltik dan Asia dan merubah Uni Soviet menjadi negara Federasi Rusia. Uni Soviet bersedia melepaskan negara-negara tersebut untuk bebas merdeka dengan perjanjian AS tidak akan menjadikan negara-negara tersebut anggota NATO dan dijadikan negara bebas nuklir atau disebut “buffer zone”. Dalam perjalanannya, AS tidak menepati perjanjian tersebut dan menjadikan sebagian negara-negara “buffer zone” tersebut menjadi anggota NATO. Ditahun 1999, Polandia, Hungary, Czech menjadi anggota NATO, dan lanjut di 2024 Bulgaria, Estonia, Latvia, Lithuania, Romania, Slovakia, dan Slovenia menjadi anggota NATO. Dan seterusnya.
Rusia sudah menyampaikan protesnya ke AS tapi tidak digubris. Sampai pernah Putin meyampaikan ke presiden AS secara lisan tentang keinginan Rusia menjadi anggota NATO saja sehingga tidak saling mengancam. Anehnya, usulan itu ditolak. Rupanya pemerintah AS perlu “musuh” untuk kampanye dalam negeri dan menyatukan sekutu-sekutunya. Konon, untuk bersatu diperlukan “musuh bersama”. Dan ini yang dilakukan AS.
Upaya AS untuk memperluas NATO sampai ke Ukraina dan sempat merencanakan menempatkan senjata nuklir di Ukraina. Disini Presiden Putin melihat bahwa AS telah melanggar “garis merah” Rusia atas peringatan-peringatan sebelumnya. Sampai kemudian Rusia ditahun 2014 menguasai Cremea dan Donbast, yang memang secara histori dulunya bagian dari Rusia dan secara kultur sama dengan Rusia dibanding Ukraina. Upaya AS dibelakang layar juga mempengaruhi pemilihan presiden di Ukraina melalui operasi CIA. Wawancara Victoria Nuland (pejabat kementrian dalam negeri) dengan Dubes AS di Ukrainan sempat bocor dan menjadi bukti utama keterlibatan CIA dalam menggulingkan pemerintah yang sah di Ukraina dan menggantikannya dengan Zelensky. Nuland adalah promotor utama AS dan NATO untuk melawan Rusia di Ukraina, yang kemudian diberhentikan karena ternyata rencananya gagal.
Jadi sebenarnya konflik Ukraina dan Rusia tidak dimulai di February 2022, tapi sudah jauh sebelum itu. Media propganda barat hanya menceritakan peristiwa “invasi Rusia” tahun 2022 dan menutupi fakta-fakta tahun-tahun sebelumnya. Termasuk fakta bahwa di musim panas tahun 2022, sebenarnya telah hampir ditandatangani perjanjian perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Namun batal karena bujukan Boris Johnson (PM Inggris) agar Ukraina tetap berperang dan NATO akan membantu.
Fakta-fakta berikutnya juga disamarkan oleh media barat:
• Ukraina sudah hampir kalah dalam perang dengan Rusia. Banyak tentara di medan pertempuran yang membelot karena memang dipaksa untuk berperang, moral tentaranya rendah.
• Upaya Ukraina untuk bisa menyerang wilayah Rusia di Kursk dengan mengalihkan pasukan terbaiknya dari Cremea dan Donbast sekarang terbukti sebagai strategi yang salah. Karena pasukan terbaik Ukraina terpecah, Rusia malah bisa memenangkan peperangan di bagian selatan dan timur Ukraina. Pelan-pelan Rusia memukul mundur pasukan Ukraina di Kursk.
Zelensky menyadari bahwa dia akan kalah perang. Untuk itu dia meminta agar AS dan Inggris membolehkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauh untuk bisa menyerang jantung Rusia seperti Moscow. Penggunaan rudah jarak jauh berarti harus difasilitasi oleh AS dan NATO karena harus menggunakan satelit yang dioperasikan oleh tentara AS atau NATO. Artinya telah terjadi “militer AS dan NATO” terlibat dalam perang. Disini Putin melihat bahwa perang ini akan meluas. Untuk itu Putin membuat “garis merah” baru. Kalau sampai ini dilakukan, maka perang yang lebih besar akan terjadi. Menghadapi ancaman ini, Putin segera mengusulkan perubahan doktrin nuklir Rusia yang mengijinkan Rusia menggunakan senjata nuklirnya, bila Ukraina (dibantu AS dan NATO) menggunakan rudal jarak jauh, walaupun rudal tersebut tidak mempunya hulu ledak nuklir, dan termasuk menggunakan senjata nuklir Rusia bila negara sekutu Rusia diserang seperti Belarus.
Garis merah Putin mendapat reaksi beragam dari pemimpin Uni Eropa. PM Denmark, Mette Frederiksen mengatakan: tidak ada itu garis merah Putin, biarkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauhnya. Putin hanya menggertak saja. PM Perancis dan Jerman lebih bersikap netral. Inggris sangat mendukung rencana Zelensky. PM Inggris khusus datang ke Washington untuk bertemu Joe Biden dan membicarakan hal ini. Untungnya sampai hari ini ijin dari AS belum dikeluarkan.
Bayangkan bila ijin itu diberikan maka perang dunia 3 akan dimulai. Rusia memiliki senjata nuklir terbesar di dunia. Rusia sudah memiliki peluru kendali “hypersonic” yang kecepatannya melebihi kecepatan suara dan dengan mudah menjangkau kota-kota di AS dan Eropa. Perang nuklir sekarang tidak lagi perlu memindahkan senjata ke perbatasan. Cukup dari manapun di Rusia akan sampai di lokasi musuhnya dengan mudah.
Zelensky juga membuat proposal rencana kemenangan Ukraina untuk disetujui AS. Yang isinya, meminta agar AS dan NATO terlibat langsung dalam perang melawan Rusia. Zelensky tahu bahwa kesempatan meminta tambahan bantuan militer hanya sampai Desember 2024. Bila Trump memenangkan pemilu, maka Zelensky akan berakhir karena Trump dengan tegas ingin perdamaian dengan Rusia dan mengolok Zelensky sebagai “salesman terhebat di dunia”, karena setiap berkunjung ke AS, maka pulang ke negaranya membawa uang pajak rakyat AS bermilyar-milyar dolar.
Situasi ini sekarang sudah mereda, Zelensky akhirnya mendapat bantuan tambahan persenjataan sebesar $5.5 milyar dari “President Drowdown Authority” dan $2.4 milyar berupa bantuan keamanan dari Kemhan AS (memang tidak salah sebutan Trump untuk Zelensky). Tapi paling tidak ijin menggunakan rudal jarak jauh menyerang Rusia tidak diberikan.
Kita saat ini berada di masa dimana antara benar dan salah sering dikaburkan oleh media. Siapa yang menguasai media bisa dengan mudah melakukan propaganda dan menguasai opini masyarakat. Mereka ini juga yang sangat ketakutan dengan media yang independen atau bersuara berbeda. Sehingga propaganda dibuat agar tercipta opini melarang beberapa media seperti X, Telegram, RT (Russian Today), dll. Untuk itu, mari kita selalu berpikir kritis atas proganda media besar. (27 September 2024)
Eko Nugroho
Wakil Ketua Umum Pusaka Indonesia